Animated Spinning Kunai - Naruto

Isnin, 11 Mac 2013

Cerpen remaja / CERPEN BAGUS


CERPEN
Pertanyaan Yang Tertunda

 T
ak terasa waktu telah berjalan hampir lima tahun. yah...selama lima tahun itu pula Rendi selalu dan selalu mengingat omongan Yuli pada sore hari disaat detik-detik yang akan memisahkan sekian banyak cerita yang telah terajut dimasa usia berbau kencur.
Disore hari yang cerah Rendi dihadapi keadaan yang tak diinginkannya. Yuli sahabat dekatnya mendatangi Rendi dengan sebuah pertanyaan yang menyakitkan.
"Ren.. besok pagi aku dan keluargaku akan pindah ke Sulawesi, berarti kita akan terpisah oleh waktu yang tak ter batas, kita tak bisa lagi bermain seperti hari-hari kemaren. sebenarnya aku berat untuk ikut kedua orang tuaku, tapi mau bilang gimana lagi. Memang kita sekarang bisa di bilang masih kecil untuk merasakan hal-hal yang bisa dirasakan oleh orang-orang yang lebih dewasa, tetapi walaupun begitu aku bisa melihat dari tatapan matamu bahwa kamu selama ini menyimpan pertanyaan yang bakal kamu lontarkan padaku. walaupun aku tak tahu kapan kamu tanyakan padaku tetapi aku selalu menunggu pertanyaan itu."Ucap Yuli.
Mendegar semua itu Rendi hanya terdiam, lidahnya kelu, tatapan matanya hampa, Rendi tak tahu harus bagaimana, apakah dia akan melontarkan pertanyaan itu atau terus menyimpannya,  sebab Rendi belum ada keberanian untuk melakukan apa yang dikatakan dihati yang terdalam yang selama ini tersimpan rapi.
Lima tahun telah berjalan. ada kabar bahwa yuli telah kembali kekampung  halaman. degup jantung yang sempat normal kini berdetak lebih kencang. "apakah aku akan mengutarakan pertanyaan lima tahun lalu?" batin Rendi.
Kertas demi kertas terlempar dari meja terus bersetubuh dengan ubin yng semakin dingin ditelan angin malam yang berhembus dari jendela yang dibiarkan terbuka.
Walaupun pertanyaan termakan waktu selama lima tahun tak membuat  pertanyaan itu berkarat malahan pertanyaan itu semakin semerbak tersiram api cinta dan ribuan nadi yang bersemayam di tubuhnya.
Walaupun merambat perlahan, makan terus termakan waktu sehingga berganti baju menjadi pagi.
Tampak Rendi tertidur pulas dikursi dalam kamarnya, kepalanya tergeletak begitu saja diatas meja beralaskan kertas-kertas yang penuh goretan demi goretan dari separuh pensil yang teramat tua.
Tok…tok…tok… ada suara ketukan dari balik daun pintu kamar Rendi, karena mata Rendi masih terpejam disebabakan baru subuh tadi ia bisa tertidur, sehingga membuat telinganya tak mendengar ketukan tersebut.

Sepasang kaki yang jenjang dari sipemilik suara ketukan tersebut masuk dengan gemulai.
“Ren.. Ren.. Rendi… bangun.”
Dengan bermalas-malas ria Rendi mengucek-ngucek kedua matanya.
“Ahh.. siapa sih ganguin aku se pagi gini!”
“Ren sekarang hari sudah siang.”
Sepasang tangan menggoyang-goyang pundak Rendi agar segera bangun.
“Coba lihat sekarang sudah jam sebelas.” Sambil berkata begitu sepasang kaki yang jenjang tersebut membuka hordeng, tampak dari balik kaca jendela cahaya matahari masuk menerobos ruang kamar Rendi yang berantakan.
“sudah jam sebelas?” tanya Rendi tersentak, segera ia membuka kedua bola matanya yang masih terasa berat.

“Ha..!! kamu kah itu?”
“Bener Ren, ini aku Yuli.”
“Kapan kamu pulang? Trus kok kamu ada dalam kamarku?”
“Aku pulang kemarin. Tadi ibumu yang menyuruh aku kesini membangunkanmu.”
“Ren.. selama lima tahun aku menunggu pertanyaan dari sorot matamu, tetapi sampai sekarang tak kunjung jua pertanyaan itu terlontar dari mulutmu. Aku tahu kamu mencintai diriku selama ini, makannya aku pingin ngejawab pertanyaan itu. Sebenarnya aku juga mencintaimu Ren.” Sambil berkata begitu Yuli mendekati Rendi dan mengecup kedua pipi Rendi yang masih tampak bingung, sebingung goretan-goretan dikertas yang bergeletakan dilantai kamarnya.
Rendi menggurat-guratkan jemari keatas selembar kertas. Entah apa yang digoreskan dengan sepotong pensil yang hampir habis dimakan masa usianya.
Kadang-kadang dari goretan tersebut sekilas tampak seperti gambar orang yang sedang tertawa, atau goretan yang lainnya seperti cacing yang kebingungan, sebingung pikiran Rendi pada saat itu.



Dikutip dari sebuah buku goretan Remaja